Suatu ketika ada adik kelas yang bertanya pada saya,"Kak, pernah gak ngerasa sibuk banget?".
Pada awalnya saya bingung harus menjawab apa? Karena pastilah jawabannya akan terlalu singkat dan tidak ada esensi nasihat yang diberikan. Saya pun balik bertanya ke dirinya, "Kira-kira kalau saya jawab ya atau tidak, akan menjawab permasalahan kamu gak? Bukankah lebih penting memikirkan bagaimana cara mengatasinya?", akhirnya dia menjawab, "Maksud saya, nantinya saya juga akan bertanya bagaimana cara mengatasinya kak". Beberapa saat kemudian terjadilah pembicaraan yang cukup panjang antara saya dan dia.
Padanya saya menyampaikan, fenomena "super sibuk" memang sering melanda para aktivis kampus. Karena mungkin pusaran kencang dinamisasi dunia kemahasiswaan telah membawa dirinya ke lingkaran aktivitas yang senantiasa menuntut dirinya untuk bergerak. Hingga akhirnya, ia (hampir-hampir) merasa tidak punya waktu lagi untuk mengurus berbagai keperluan pribadinya. Sehingga kemudian tak jarang muncul niatan kecil untuk sedikit demi sedikit mengurangi intensitas keaktifannya di organisasi. Atau bahkan bisa jadi niatan untuk cuti dari aktivitas, yang kerap dianggap sebagai solusi utama.
Perasaan seperti inilah yang seringkali membuat "nyali" para aktivis pada "ciut". Dalam artian, kekhawatiran yang berlebihan itu telah membuat hati para aktivis menjadi bimbang akan jalan yang tengah mereka ambil saat ini. Padahal, apa yang dilakukannya saat ini bukan sekedar mengisi waktu luang. Akan tetapi sudah merupakan pelibatan diri secara aktif dan menjadi bagian dari sejarah yang mengusung perjuangan untuk dunia yang lebih baik di masa yang akan datang.
Maka dari itu Saya pun dengan lugas mengatakan bahwa keadaan para aktivis tentu saja jauh lebih baik dibanding teman-teman yang hanya memilih untuk aktif di kos-kosan saja. Karena kenapa? Apabila ditinjau dari sisi produktivitas, tentu saja para aktivis dinilai lebih bisa memanfaat kan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang positif. Sehingga kemungkinan bagi dirinya untuk melakukan hal yang sia-sia atau hal-hal negatif pun dapat semakin diminimalisir. Dan Kalau sudah begitu, apa lagi yang salah dengan keaktifan para aktivis di dunia kemahasiswaan? Tidak ada lagi yang pantas diragukan bukan?
Pegangan seperti ini lah yang sepertinya harus tertanam di dalam pikiran para aktivis kemahasiswaan. Agar ia semakin teguh pendirian dan dijauhkan dari perasaan bimbang yang berasal dari setan yang dibisikkan ke hati-hati anak dan cucu Adam A.S. Karena memang perbuatan yang bersifat kontributif bagi sesama, tentu termasuk dalam kategori ibadah kepada Allah S.W.T yang di implementasikan pada tingkat hablu minannas atau secara horizontal. Dengan dalih seperti itu, semakin dapat dipastikan bahwa tujuan setan membisiki hati-hati manusia, adalah untuk menjauhkan manusia dari amal kebajikan yang dapat menghantarkan manusia menuju keridhoan Allah S.W.T.
Selain pendekatan berpikir seperti yang saya paparkan di atas, tentu saja masih terdapat beberapa pegangan lain yang mungkin juga dapat memotivasi rekan-rekan aktivis untuk lebih "betah" berkelut dengan dinamika kehidupan mahasiswa. Kan tetapi, penting juga bagi kita semua (termasuk saya) untuk mengelola waktu dengan lebih baik. Karena kenapa? Karena tidak mungkin kita akan menemui satu detik waktu yang telah kita lewati di masa yang akan datang. Maka dari itu, menjadi wajib hukumnya bagi para aktivis untuk mengelola waktu dengan sebaik-baiknya.
Gitu dulu hasutan pagi harinya...sampai jumpa lagi di tulisan-tulisan saya selanjutnya.
Wallahu'alam bishowab.
Pada awalnya saya bingung harus menjawab apa? Karena pastilah jawabannya akan terlalu singkat dan tidak ada esensi nasihat yang diberikan. Saya pun balik bertanya ke dirinya, "Kira-kira kalau saya jawab ya atau tidak, akan menjawab permasalahan kamu gak? Bukankah lebih penting memikirkan bagaimana cara mengatasinya?", akhirnya dia menjawab, "Maksud saya, nantinya saya juga akan bertanya bagaimana cara mengatasinya kak". Beberapa saat kemudian terjadilah pembicaraan yang cukup panjang antara saya dan dia.
Saya pun balik bertanya ke dirinya, "Kira-kira kalau saya jawab ya atau tidak, akan menjawab permasalahan kamu gak?
Padanya saya menyampaikan, fenomena "super sibuk" memang sering melanda para aktivis kampus. Karena mungkin pusaran kencang dinamisasi dunia kemahasiswaan telah membawa dirinya ke lingkaran aktivitas yang senantiasa menuntut dirinya untuk bergerak. Hingga akhirnya, ia (hampir-hampir) merasa tidak punya waktu lagi untuk mengurus berbagai keperluan pribadinya. Sehingga kemudian tak jarang muncul niatan kecil untuk sedikit demi sedikit mengurangi intensitas keaktifannya di organisasi. Atau bahkan bisa jadi niatan untuk cuti dari aktivitas, yang kerap dianggap sebagai solusi utama.
Maka dari itu Saya pun dengan lugas mengatakan bahwa keadaan para aktivis tentu saja jauh lebih baik dibanding teman-teman yang hanya memilih untuk aktif di kos-kosan saja. Karena kenapa? Apabila ditinjau dari sisi produktivitas, tentu saja para aktivis dinilai lebih bisa memanfaat kan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang positif. Sehingga kemungkinan bagi dirinya untuk melakukan hal yang sia-sia atau hal-hal negatif pun dapat semakin diminimalisir. Dan Kalau sudah begitu, apa lagi yang salah dengan keaktifan para aktivis di dunia kemahasiswaan? Tidak ada lagi yang pantas diragukan bukan?
"Bukankah lebih penting memikirkan bagaimana cara mengatasinya?"
Selain pendekatan berpikir seperti yang saya paparkan di atas, tentu saja masih terdapat beberapa pegangan lain yang mungkin juga dapat memotivasi rekan-rekan aktivis untuk lebih "betah" berkelut dengan dinamika kehidupan mahasiswa. Kan tetapi, penting juga bagi kita semua (termasuk saya) untuk mengelola waktu dengan lebih baik. Karena kenapa? Karena tidak mungkin kita akan menemui satu detik waktu yang telah kita lewati di masa yang akan datang. Maka dari itu, menjadi wajib hukumnya bagi para aktivis untuk mengelola waktu dengan sebaik-baiknya.
Gitu dulu hasutan pagi harinya...sampai jumpa lagi di tulisan-tulisan saya selanjutnya.
Wallahu'alam bishowab.