Thursday, February 15, 2007

Kampus Bebas Kekerasan

Belakangan ini, setidaknya mundur satu tahun ke belakang, ada beberapa fenomena yang kerap terjadi di Kampus STT Telkom. Fenomena tersebut adalah fenomena menyelesaikan masalah dengan baku hantam, otot, kelahi, tempramen, dsb. Seakan-akan karakter-karakter utama mahasiswa telah hilang dari pergaulan sehari-harinya. Sikap saling menghormati, intelek, dan kesabaran sepertinya sudah habis termakan dunia perkuliahan.

Kekerasan, teror, atau ancaman dengan bentuk apapun sudah beberapa kali terjadi di kampus ini. ada yang gara-gara rebutan cewek, grounding nilai oleh asisten, lihat-lihatan, ataupun karena gak sengaja senggolan. Yang mungkin, dengan pikiran yang jernih kita dapat melihatnya sebagai permasalahan sepele.

Selalu ada solusi dari setiap permasalahan
Bagi saya hal ini sudah menjadi Sunatullah. Karena segala sesuatu diciptakan berpasangan agar terjadi keseimbangan. Kalau di sistem pemerintahan mungkin akrab dengan sebutan check and balance. Dimana setiap lembaga negara memiliki porsi kerja dan fungsinya masing-masing serta menjadi penyeimbang bagi lembaga negara yang lain.

Begitu juga dengan permasalahan, pastilah ada solusi terhadapnya. Apalagi manusia dianugerahi akal, cipta, rasa, karsa, dan nurani sejak ia dilahirkan ke dunia. Dengan kondisi dan potensi seperti itu, sudah seharusnya lah manusia menemukan solusi terbaik bagi setiap permasalahan yang ia temui.

Berangkat dari keyakinan akan hal tersebut lah, saya beranggapan bahwa setiap permasalahan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Hanya saja pada realitanya, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan solusi. Bisa itu berupa gengsi, ego, ataupun perasaan. Yang masing-masingnya akan menghasilkan output dan konsekuensi yang berbeda-beda pula.

Pakai Tangan Saja
Cara mudah untuk menyelesaikan masalah, bisa dilakukan dengan menggunakan tangan. Begh!! Kurang lebih seperti itu lah bunyinya. Sebagai konsekuensinya, salah satu atau kedua phak jadi "bengep" dan mungkin juga ditahan serta dikenakan sanksi oleh pihak yang berwenang (polisi, komdis, atau kejaksaan). Dan kalau hal itu terjadi, maka urusan jadi panjang. Apalagi kalau sudah urusan sama polisi, bisa jadi fokus kita bukan ke kasus tersebut lagi. Tetapi, malah ngurusin polisi yang minta "macem-macem".

Yang ingin saya coba luruskan saat ini, adalah bahwa penyelesaian masalah dengan tangan kini sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Apalagi bagi para pelajar, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip intelektualitas mahasiswa. Terlebih lagi bagi para pejabat negara, anggota dewan, atau mungkin aparat keamanan. Karena mereka semua telah memiliki legal form kode etik dalam menjalankan jabatannya di pemerintahan.

Kampus Bebas Kekerasan
Sebagaimana kita tahu kondusivitas kampus harus senantiasa dijaga. Ia harus tetap menjadi tempat yang nyaman untuk menuntut ilmu. Dan itu penting untuk diperhatikan bagi seluruh warganya. Oleh karena itu, sudah seharusnya pula kita buang jauh-jauh nuansa kekerasan dari kampus. Karena kampus harus tetap menjadi tempat yang kondusif untuk menuntut ilmu, bukan menuntut balas.

2 comments:

EnDah Rezeki said...

Kalo saya marah thd seseorang sih paling diem-dieman doang... besoknya ya baean lagi. xixixi terkadang mang spt anak kecil. Kalo pake kekerasan saya mana berani, yang ada saya yang bengep-bengep coz lebih kecil dari temen2 ku.

Anonymous said...

serius ki, jadi takut nih.

 
Design by Wordpress Theme | Blogger Templates | JCPenney